No Asisten No Worries

Sejak memutuskan untuk tinggal mandiri dan lepas dari orang tua, saya dan suami memang belajar banyak hal. Dari mulai perkara kecil seperti menghitung sisa stok telur di kulkas, persoalan renovasi dapur, hingga pengaturan waktu untuk menjemput anak.

Ya, kami memang memilih untuk tidak mempekerjakan ART. Bukan keputusan mudah memang, karena kami sudah mencoba beberapa kali untuk dibantu oleh ART, tapi apa daya sepertinya mencari ART yang cocok dan bisa betah layaknya mencari sebutir cendol di kolam santan (abaikan analogi kelas teri ini).

Hidup bertiga tanpa ART dengan kondisi kami harus bekerja di luar rumah memang bukan pilihan yang “nyaman”, well tapi paling tidak pilihan yang paling tepat buat kami saat ini. Kebanyakkan orang bertanya dengan siapa anak kami selama kami bekerja. Alhamdulillah saya dan teman-teman sesama Ibu diberi kesempatan membangun sebuah “Day Care” (penitipan anak). Tentu saja daripada saya menitipkan anak saya di rumah dengan orang asing, saya lebih memilih menitipkan anak saya dengan orang yang sudah saya percaya (baca: teman saya sendiri yang juga salah satu dari founder day care).

Untuk urusan perut, kami mempercayai pada catering rantangan. Selain masakannya ya memang masakan rumah pada umumnya, kami meyakini catering harian seperti ini lebih terjamin kebersihannya (daripada kami harus jajan terus setiap hari). Hal ini tentunya juga mempermudah kami dalam urusan perut, setidaknya ketika pulang kantor hanya tinggal dipanaskan saja, hehe.

Lalu bagaimana dengan urusan makan anak? kebetulan anak kami mendapat makan sore di day care, dan ketika kami pulang terkadang ia ikut makan bersama kami. Poin positifnya, karena kami ‘pasrah’ dengan menu catering, si anak juga otomatis menyesuaikan dan tidak pilih-pilih menu makan. Khusus weekend, saya selalu menyempatkan masak sesuatu di rumah, baik itu hanya camilan atau lauk pauk. Poin positif lain dari catering adalah kami jadi hemat minyak dan bumbu dapur, haha…

masakan sederhana dikala weekend :)

masakan sederhana dikala weekend 🙂

Lain lagi urusan tetek bengek rumah tangga, alhamdulillah saya diberikan suami yang sangat ringan tangan dalam urusan ini. Dia memang lebih memilih mengerjakan sendiri ketimbang dibantu ART, “lebih puas bebersihnya” begitu kira-kira alasannya. Pembagian pekerjaan rumah tangga ini secara otomatis terbagi begitu saja, karena suami saya lebih memilih urusan cuci setrika, serta nyapu ngepel. Sementara urusan dapur dan urusan anak, dipercayakan kepada saya. Eits, “dipercayakan” bukan berarti kami tidak saling membantu. Semua dilakukan menggunakan naluri saja, ketika saya melihat dia sedang kelelahan maka beberapa urusannya saya ambil alih. Pun begitu dia melihat saya sedang kewalahan, maka ia tak segan mengambil piring makan anak saya dan melanjutkan menyuapi si kecil.

Lelah? Jangan ditanya. Tapi kami menjalani dengan penuh semangat dan rasa bersyukur. Bersyukur karena setiap pulang setelah melawan kejamnya jalanan Ibu Kota, kami disambut oleh senyum si kecil yang kemudian asik bercerita kegiatannya selama di day care.

Kami juga masih punya banyak waktu ketika weekend tiba. Apabila kami menghabiskan waktu di rumah, maka dari pagi hingga malam biasanya saya buka-buka instagram untuk coba resep-resep sederhana dengan menggunakan bahan baku yang ada di rumah. Ketika kami keluar rumah, maka suami memastikan tujuan kami bisa mengakomodir keinginan anak dan istri.

Jadi, siapa bilang hidup tanpa ART itu menyeramkan? Semua pasti bisa dilakukan selama kita bisa menikmatinya. Berikut beberapa tips dari saya bagi para Ayah/ Ibu yang memilih untuk tidak mempekerjakan ART:

  1. Turunkan standar. Ya! Ini saya tulis di poin pertama untuk mengurangi tingkat stress (terutama para wanita) apabila beberapa standar tidak terpenuhi di rumah. Misalnya: nyapu-ngepel yang biasanya bisa dilakukan 2x (pagi dan sore), cukup dilakukan 1x pada pagi hari. Menurunkan standar bukan berarti rumah menjadi berantakan atau kotor, tapi tidak perlu juga menjadi sakit kepala hanya karena urutan piring tidak disusun dari ukuran yang kecil ke yang besar
  2. Kerjasama. Ya, disini peran kekompakkan suami-istri-anak diuji. Walau masih balita, kami mencoba membiasakan anak kami untuk lebih mandiri, setidaknya untuk hal-hal kecil seperti: buang sampah pada tempatnya, merapikan mainan ke tempatnya, bahkan si kecil juga terkadang ingin dilibatkan kegiatan bercocok tanam. Cobalah buat segala aktifitas jd menyenangkan
  3. Positive thinking. Poin ini agak sulit diterapkan ya, terlebih kalau kita menitipkan anak di daycare. Jangan ditanya gimana sulitnya kami melangkahkan kaki ke kantor di minggu pertama si kecil dititipkan. Namun saya sebagai Ibunya juga tidak ingin terus-menerus membatin yang sedih2 kalau dikantor, supaya si kecil juga tenang, toh ada CCTV
  4. Weekend = santai. Kalau weekend saya cenderung lebih santai, gak ngoyo, dan maunya kruntelan aja sama suami & si kecil. Quality time seperti ini diperlukan juga supaya badan (termasuk otak) kita istirahat dari hal-hal yang riweuh
seneng banget maen tanah

seneng banget maen tanah

So Moms and Dads, no worries kalau hingga detik ini belum menemukan ART yang pas di hati dan di kantong, masih banyak jalan menuju Roma, masih banyak cara untuk selalu membuat rumah terlihat rapih dan kita tetap hepi.

*salam dari sapu & pel

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment